Wednesday 16 September 2009

Resensi Buku Baru | A Crazy Global Entrepreneur


Judul : A Crazy Global Entrepreneur
Penulis : Richard Branson
Penerbit : Ufuk Publishing House
Tebal : 508 Halaman
Terbit : Agustus 2009

Ide ‘Gila’ Bisnis Richard Branson

BEGITU menyebut nama Richard Branson, pikiran kita pasti akan tertuju pada sosok seorang pria yang berpenampilan santai bahkan cenderung urakan. Dia terlihat nyaman hanya menggenakan kemeja lengan panjang dan celana panjang jeans. Bahkan tak merasa risih meski dua kancing atas kemeja dibiarkan terbuka dan membiarkan bagian bawah kemeja terjuntai keluar.

Agar lebih elegan dia paling hanya menambahkan dengan menggenakan jas dan celana panjang kantun dengan warna senada. Alih-alih mengenakan dasi, dia tetap membiarkan dua kancing atas kemejanya terbuka. Agar tampak rapi dan sopan, paling dia hanya memasukkan bagian bawah kemejanya ke dalam celana.

Rambutnya yang pirang dibiarkan tumbuh panjang sampai di bawah telinga. Tanpa model potongan yang trendi dan olesan minyak yang membuat rambut klimis, riap-riap rambutnya yang tergerai lebih pas mengiringi tingkah polahnya yang tak bisa diam. Penampilannya yang bebas bahkan cenderung urakan itu, seakan mencerminkan jiwa dan idenya yang ‘gila’ dalam mengarungi dunia bisnis global.

“Menjalankan bisnis dengan menggenakan pakaian tidur pun, tak akan membuat kapasitasku berkurang. Begitu juga ketika aku menggenakan setelan resmi, kapasitasku tak akan seketika bertambah,” ujarnya enteng.

Begitulah filosofi Richard Branson dalam berbisnis. Menjalankan bisnis tidak harus selalu mengikuti pakem yang kaku seperti teori dalam buku-buku ekonomi. Bisnis adalah dunia petualangan dan yang dibutuhkan adalah jiwa-jiwa yang bebas.

Meski bisnis yang dilakukan terikat dalam sistem yang kompleks dan menggunakan mesin-mesin yang kaku, bukan berarti mengubah jiwa manusia menjadi seperti robot. “Bisnis adalah bagaimana memanusiakan mesin-mesin dan sistem yang kita gunakan,” katanya.

Mungkin Anda yang selama ini mengangungkan teori yang saklek, memuja sistem yang kompleks, dan tergila-gila dengan kinerja mesin-mesin yang tak kenal lelah dalam bisnis, filosofi Richard Branson pasti akan dianggap omong kosong. Namun, Richard Branson telah membuktikannya selama bertahun-tahun dan sukses menjalankan bisnisnya di bawah bendera Virgin Group.

Ketika memulai bisnis berusia 16 tahun dia hanya memiliki sebuah Majalah bernama Student, kini dia mempunyai ratusan perusahaan di tujuh sektor berbeda senilai USD7 miliar. Richard Branson pun menjadi salah satu orang terkaya di dunia dengan harta senilai USD2,4 triliun dan dianugerahi gelar Sir dari Kerajaan Inggris.

Bisnis dalam kamus Richard Branson terangkum dalam tiga kata, yaitu manusiawi, sederhana, dan menyejahterakan. Semuanya itu diungkapkan langsung oleh Richard Branson secara detail dalam buku karyanya yang A Crazy Global Entrepreneur. Buku setebal 508 halaman yang diterbitkan Ufuk Publishing House ini selain menyajikan kunci sukses bisnis Virgin Group, juga menampilkan kiat Richard Branson menghadapi kegagalan untuk menjadi titik balik kesuksesan.

Dalam buku ini Richard Branson tak hanya menuangkan ide-idenya yang radikal dalam berbisnis untuk meraih kesuksesan sebesar-besarnya. Namun, dia juga menampilkan sisi paling humanis, bagaimana menghormati dan menyejahterakan manusia yang sering dilupakan para pemuja kapitalisme.

Tiga kata kunci kesuksesan Richard Branson dijabarkan dalam tujuh bagian dalam buku ini. Ketujuh bagian itu adalah Karyawan, Merek Dagang, Teknik Penyampaian, Belajar dari Kesalahan dan Kemunduran, Inovasi, Pengusaha dan Kepemimpinan, serta Tanggung Jawab Sosial.

Bisnis harus sederhana, karena bisnis merupakan kegiatan naluriah yang dilakukan manusia untuk memenuhi kebutuhan hidup. Makanya, Virgin Group bergerak di berbagai sektor, seperti transportasi, hiburan, keuangan, turisme, media dan telekomunikasi, kesehatan, serta lingkungan hidup.

Dalam hal ini Richard Branson menolak teori yang menyatakan harus fokus dalam satu bidang dalam menjalankan bisnis. Baginya bisnis dalam satu bidang membatasi kemampuan untuk mengembangkan diri. “Adalah sebuah penghianatan bila bisnis membatasi kemampuan orang untuk berkembang,” tandasnya. (wasis wibowo)

No comments:

Post a Comment