Wednesday, 18 November 2009

Resensi Buku Baru | Jerome Become A Genius


Judul : Jerome Become A Genius
Penulis : Eran Katz
Penerbit : Ufuk Publishing House
Tebal : 442 Halaman
Terbit : Oktober 2009

Rahasia Kecerdasan Yahudi

STEREOTIP yang mengatakan bahwa orang Yahudi memiliki otak cerdas begitu lekat sampai sekarang. Baik yang berkonotasi negatif dengan mengasosiasikan mereka sebagai orang yang licik, penipu, dan menakutkan. Maupun yang berkonotasi positif, dalam arti mereka memiliki otak yang brilian.



Hal itu diperkuat dengan sejumlah bukti dari beberapa tokoh Yahudi yang dikenal memiliki kecerdasan luar biasa. Sebut saja, Albert Einstein penemu atom, sutradara kondang Steven Spielberg, pakar keuangan macam George Soros, Alan Greenspan, sampai penemu Facebook Mark Zuckerberg.

Itu belum seberapa, malah beberapa tokoh Yahudi namanya malah sudah menjadi merek terkenal di dunia dan digandrungi banyak orang. Mulai dari bisnis parfum sampai otomotif, antara lain Estee-Lauder (parfum), Ralph Lauren (pakaian), Levi Strauss (celana jeans), dan Adam Citroen (merek mobil).

Memang banyak juga tokoh di luar yahudi yang cerdas, baik dari agama Islam, Kristen, Budha, maupun Hindu. Seperti Ibnu Sina, Isaac Newton, Copernicus, Leonardo da Vinci, dan Mahatma Gandhi. Lalu, mengapa stereotip orang yahudi itu memiliki otak cerdas begitu melekat? Itu karena populasi mereka di dunia begitu kecil, namun memiliki pengaruhi besar di dunia.

Pada tahun 2000, populasi Yahudi di dunia hanya berjumlah 13 juta orang atau hanya 0,25% dari enam miliar penduduk dunia. Sebagai ilustrasi saja, dari sekitar 270 tokoh penerima hadiah Nobel yang diberikan sejak 1901, 102 orang adalah tokoh Yahudi.

Apa pun itu, fakta kecil ini cukup mengejutkan. Bukan untuk memuji, apalagi mengagungkan, namun kenyataan ini menarik untuk diungkap. Bagaimana orang Yahudi bisa dikonotasikan sebagai bangsa yang cerdas.

Rahasia kecerdasan otak orang Yahudi dikupas dalam buku Jerome Becomes A Genius, Mengungkap Rahasia Kecerdasan Orang Yahudi karya Eran Katz. Buku setebal 442 halaman yang diterbitkan Ufuk Publishing House membedah secara detail, mulai dari sejarah, kebiasaan-kebiasaan positif, dan mengembangkan menggunakan otak, sehingga membuat orang Yahudi menjadi cerdas.

Misalnya saja, orang Yahudi percaya bahwa Nabi Musa menuliskan Taurat itu dari ‘api berwarna hitam di atas api berwarna putih’. Mereka pun selalu menuliskan apa pun selalu menggunakan sesuatu berwarna hitam di atas sesuatu yang berwarna putih. Selain warna hitam dan putih tidak mudah pudar, juga memberikan efek ketenangan sehingga lebih mudah dibaca dan diingat.

Mereka pun memiliki prinsip dalam kondisi susah dan miskin, anak-anak mereka harus tetap belajar dan sekolah. Bahkan mereka memilih lebih baik tidak makan daripada tidak membaca buku dan sekolah. Jadi tak usah heran bila di pedesaan miskin (Ghetto) di Israel, setiap anak selalu memiliki, minimal sebuah buku bacaan.

Guru-guru yang mengajarkan pelajaran kepada anak-anak akan menerima imbalan yang luar biasa. Bahkan bila guru itu tak mau menerima bayaran, mereka akan mendapat penghormatan melebihi hormatnya seorang anak kepada orangtua.

Bangsa Yahudi menyadari bahasa Ibrani bukan bahasa yang komunikatif dan tak seindah bahasa Arab, makanya mereka mengembangkan teknik khusus menguasai berbagai bahasa asing.

Karena itu, dalam satu bulan seorang Yahudi bisa menguasai sebuah bahasa asing secara sederhana. Hal itu membuat banyak orang Yahudi bisa cepat berbaur di berbagai belahan dunia, mulai dari Eropa, Amerika Serikat, sampai ke Amerika Latin dan sejumlah negara Arab.

Buku ini cukup unik dan menarik. Dituliskan dengan bahasa bertutur yang diangkat dari pengalaman penulis dengan dua rekannya Itmar Forman, seorang profesor dan Jerome, seorang pelajar yang pintar, membuat kita mengerti mengapa sampai ada mitos Yahudi itu cerdas. (wasis wibowo)

No comments:

Post a Comment